Oleh : Saefullah
Islampos.com - ABDULLAH Al-Aqil, penulis buku Min A’lami Al-Harakah wa Ad-Dakwah
Al-Islamiyah Al-Mu’ashirah menuturkan kesannya terhadap Sayyid Quthb,
“Ketika berada di bangku Sekolah Menengah Atas, saya tidak begitu
tertarik kepada Sayyid Quthb. Sebab ia berafiliasi ke aliran Al-Aqqad.
Saya lebih senang pada aliran Ar-Rafi’i dan murid-muridnya, seperti Said
Al-‘Iryan, Ali Thanthawi, dan Mahmud Muhammad Syakir. Setelah saya
berada di Mesir, membaca tulisannya di Majalah Al-Fikrul Jadid, menelaah makalahnya tentang Hasan Al-Banna dan Ikhwanul Muslimin di majalah Ad-Dakwah mulai membuatku tertarik pada tokoh ini.
“Setelah itu aku menghadiri seminar di rumahnya. Mendengarkan
ceramahnya yang mengegumkan di Jam’iyah Asy-Syubbanul Muslimun untuk
menentang Perancis. Mengetahui tuntutannya melepaskan gelar dan ijazah
Perancis untuk membela kaum muslimin di Afrika Utara. Dan membaca
makalah-makalahnya tentang parade-parade besar yang tidak mempunyai
pengaruh. Maka semua itu mendekatkanku dengannya dan membuatnya punya
posisi tinggi di hatiku. Saya pun selalu membaca semua buku dan
makalahnya dengan antusias dan rindu.”
Syaikh Khalil Al-Hamidi, sekretaris Al-Maududi, menceritakan, “Tahun
1966, di Makkah Al-Mukarramah, tepatnya di Hotel Syabra, pemuda muslim
Arab masuk menemui Ustadz Al-Maududi dan menyodorkan kepadanya buku Ma’alim fith Thariq
karya Sayyid Quthb. Al-Maududi membaca buku tersebut semalam. Pagi
harinya, ia berkata, ‘Sepertinya, saya sendiri yang menulis buku ini.’
Al-Maududi heran melihat kedekatan pemikiran dirinya dengan pemikiran
Sayyid Quthb. Al-Maududi berkata, ‘Tidak perlu heran, karena sumber
pemikiran Sayyid Quthb dan pemikiranku itu satu, yaitu Al-Qur`an dan
Sunnah’.”
Raja Faisal bin Abdul Aziz ketika mendengar bahwa Sayyid Quthb akan
dihukum mati, segera mengirimkan telegram kepada Jamal ABdun Nashir
tanggal 28 Agustus 1966. Raja Faisal berharap Abdun Nashir tidak
menjatuhkan hukuman mati kepada Sayyid Quthb. Sami Syaraf menyerahkan
telegram Raja Faisal sore harinya kepada Andun Nashir, lalu Abdun Nashir
berkata kepada Sami Syaraf, “Laksanakan hukuman mati besok pagi saat
fajar dan berikan kepadaku telegram setelah pelaksanaan eksekusi mati.”
Abdun Nashir kirim telegram balasan kepada Raja Faishal dan
menjelaskan telegram itu sampai kepadanya setelah pelaksanaan eksekusi
mati. Pelaksanaan hukuman mati terhadap Sayyid Quthb dilakukan sebelum
terbit fajar hari Senin, 29 Agustus 1966.
Eksekusi hukuman mati terhadap Sayyid Quthb didahului dengan tuduhan
makar terhadap beliau oleh Jamal Abdun Nashir, tahun 1965. Saat itu,
Abdun Nashir berada di Moscow dan mengumumkan dari sana bahwa ada upaya
pembunuhan terhadap dirinya dan penggulingan pemerintahannya oleh
Ikhwanul Muslimin di bawah pimpinan Sayyid Quthb. Akhirnya Sayyid Quthb
ditahan tanggal 9 Agustus 1965.
Selanjutnya diadakan penyelidikan terhadap Sayyid Quthb di penjara
perang tanggal 19 Desember 1965 selama tiga hari dan akhirnya
menjatuhkan hukuman mati atas Sayyid Quthb tanggal 21 Agustus 1966.
Keputusan ini tentu saja membuat gusar dan marah sebagian besar kaum
muslimin di seluruh penjuru dunia.
Hukuman mati terhadap Sayyid Quthb merupakan tragedi menyakitkan bagi
kaum muslimin, mengguncang dunia Arab dan Islam, mengobarkan kemarahan
ulama, da’i dan masyarakat Islam. Kaum muslimin mengecam keras tidak
kejahatan keji ini, melakukan shalat ghaib di penjuru Timur dan Barat,
surat kabar Islam menampilkan edisi khusus tentang Asy-Syahid Sayyid
Quthb dan rekan-rekannya. Ulama dan da’i mengharapkan para penjahat yang
terlibat dalam penggantungan Sayyid Quthb mendapatkan balasan siksa
dari Allah.
Asy-Syahid Sayyid Quthb pernah berkata, “Jari telunjuk yang setiap
hari memberi kesaksian tauhid kepada Allah saat shalat menolak menulis
satu kata pengakuan untuk penguasa tiran. Jika saya dipenjara karena
kebenaran, saya rela dengan hukum kebenaran. Jika saya dipenjara dengan
kebatilan, pantang bagi saya minta belas kasih kepada kebatilan.”
Sayyid Quthb pernah berkata,”Al-Qur`an tidak menyingkap rahasianya,
kecuali kepada orang-orang yang terjun ke medan perang dengan berbekal
Al-Qr’an dan berjihad demi membelanya.”
Sebuah syair beliau tulis dari balik jeruji penjara dengan judul Akhi.
Syair ini menggambarkan keimanan yang kuat dalam dada Asy-Syahid dan
geloran perjuangan dakwahnya yang tak kunjung padam. Berikut kutipan
syairnya,
‘Saudaraku, engkau merdeka meski berada di balik jeruji penjara
Saudaraku, engkau merdeka meski diborgol dan dibelenggu
Bila engkau pada Allah berpegang teguh
Maka tipu daya musuh tidak membahayakanmu
Wahai saudaraku, pasukan kegelapan akan binasa
dan fajar baru akan menyingsing di alam semesta
lepaskan kerinduan jiwamu
engkau akan melihat fajar dari jauh telah bersinar
saudaraku, engkau jangan jenuh berjuang
engkau lemparkan senjata dari kedua pundakmu
siapakah yang akan mengobati luka-luka para korban
dan meninggikan kembali panji-panji jihad?” []