Jumat, November 03, 2006

AKU, ADA APANYA

Inilah Aku

Banyak orang yang beranggapan bahwa aku adalah orang yang senantiasa ceria, murah senyum, tanpa masalah, dan orang yang pinter bikin banyolan. Itulah aku, menurut pandangan orang. Sebenarnya tidak sesederhana itu, aku sendiri juga tidak terlalu memahami tentang diriku. Semua ini bermula ketika aku mulai beranjak kuliah. Dulu yang aku tahu, diriku itu pendiam, tidak suka bercanda, amat serius, suka main kerumah temen, dan masih banyak lagi.

Tidak ada yang begitu memahami diriku selain aku sendiri. Semua yang ada padaku – menurut persepsi temen – bisa jadi untuk menutupi segala kekurangan yang ada pada diriku. Aku bukan orang istimewa, aku adalah orang yang biasa-biasa saja. Dan inilah yang aku inginkan, menjadi orang yang biasa. Biasa ngaji, biasa dakwah, biasa silaturahmi, biasa menasehati, biasa menyebarkan salam, biasa menolong orang, dan biasa yang lain-lainnya. Semoga . . .

Awalku mengenal Tarbiyah

Seperti yang aku ungkapkan diatas, memang bermula dari kampus. Aku mengenal tarbiyah ini di kampus. Mulai dari kajian kos-kosan, ikut KAMMI, ikut UKI. Semua bermula dari situ. Materi pertama darussabab (Peranan pemuda) disebuah ruang tamu empat kali empat bersama beberapa orang yang baru masuk kos. Memang awalnya tidak tahu, yang aku tahu hanya kajian rutin dalam pembinaan generasi muda, aku ikuti terus, dan akupun enjoy disitu.

Aktivis Dakwah

Banyak orang yang mengklaim mahasiswa yang berkecimpung di organisasi dengan asas islam dan menyebarkan nilai-nilai islam sebagai aktivis dakwah. Maka akupun terklaim juga sebagai aktivis dakwah. Karena aku masuk dalam organisasi itu. Dan disini adalah karir dakwah kampusku dimulai.
Banyak kenangan yang bisa aku dapatkan disana, bersama saudara seiman mengarungi perjalanan dengan bendera islam. Sungguh sangat luar biasa kenangan itu. Bikin kegiatan, nyari donatur, bikin usaha, bermanis-manis sama mahasiswa baru, nyari base camp, dan seterusnya.

Dari dauroh satu ke dauroh yang lain. semua punya tujuan yang sama, agar islam tegak kembali dimuka bumi ini. Akupun ikut mengalir bersama derasnya arus dakwah kampus. Baik organisasi internal maupun eksternal kampus.

Disini aku mulai belajar mengenal diriku dan lingkunganku. Memang semua terasa mengalir begitu saja, hingga sampai saat ini, terasa, entah ada sesuatu yang belum sempurna dalam setiap amanah itu. Masih banyak yang seharusnya kudapatkan, belum aku dapatkan. Dan semua sudah berlalu, tinggal kenangan. Dan semoga sedikit pelajaran tentang dakwah kampus itu, menjadi bekal buatku mewarnai keluarga dan masyarakat disekitar rumahku kelak.

Mimpi – mimpiku

Mimpi hari ini adalah kenyataan hari esuk, begitu kata-kata indah yang sering terdengar dalam telingaku. Sebuah ungkapan yang menurutku mengisaratkan bahwa manusia hendaklah mempunyai harapan, cita-cita, dan keinginan. Dan itu semua haruslah dimunculkan sedini mungkin. Dan yang pasti harus optimis akan terealisasikannya harapan, cita-cita, serta keinginan tersebut. Sudah barang tentu dengan usaha untuk mewujudkannya serta diiringan dengan do’a.

Ada beberapa mimpi yang hendaknya aku tuangkan didalam tulisan ini. Setiap orang pasti punya mimpi yang berbeda-beda, kalaupun ada keinginan maupun kejadian yang sama dengan orang lain, itu adalah sebuah kebetulan semata. Bukan bermaksud menyamakan keinginan, harapan, cita-cita, bisa jadi memang sudah punya keinginan, harapan serta cita-cita yang sama.

1. Membangun kerajaan kecil
Banyak orang mengatakan bahwa kampus merupakan miniatur suatu negara. Dikampus kita dilatih untuk bergaul dengan berbagai bentuk, macam, sifat manusia, yang mempunyai berbagai kekhasan yang berbeda beda. Dan kita dituntut untuk menghadapi itu semua. Seiring dengan berjalannya waktu, maka mau tidak mau batas kita untuk berlatih disana sudah habis, masih banyak yang sudah ngantri ingin berlatih juga. Dan kita sudah dianggap siap untuk mandiri. Sudah siap untuk menghadapi kehidupan diluar kampus.

Sudah saatnya memimpin kerajaan sendiri. Disana kita bisa mengatur sesuka hati, tunjuk sana tunjuk sini, panggil sana panggil sini. Kerajaan kecil yang bisa jadi tanpa bekal sama sekali. Tapi setidaknya kita sudah mempunyai kerajaan sendiri. Disana akan ada permaisuri yang akan senantiasa mendampingi dalam mengatur kerajaan kecil tersebut. Ya . . permaisuri. Punya peranan yang sangat penting untuk mensukseskan tegak berdirinya kerajaan itu. Dari rahim permaisuri akan lahir jundi-jundi yang akan siap menggantikan diri ini yang sudah uzur, sudah tidak produktif lagi, sudah tidak mampu untuk mengatasi kemauan rakyatnya. Harus ada regenerasi.

2. Back to masjid kampung
Sudah menjadi kepastian dalam kehidupan bermasyarakat, bila ingin dekat dengan umat maka mendekatlah kemasjid. Bagaimana mungkin kita akan menyerukan islam agar dihunjamkan dalam dada umat sementara kita tidak pernah kemasjid. Sungguh hal yang mustahil. Karena dimulai dari masjid itu kita bisa melakukan perbaikan yang ada dalam diri umat – kalau ada yang perlu diperbaiki.

Seperti yang pernah dilakukan Rasulullah, sewaktu tiba dimadinah, langkah awal yang beliau lakukan adalah mendirikan masjid, yang digunakan sebagai pusat kegiatan dalam mensyiarkan islam. Begitu juga masjid yang ada disamping rumah kita, punya peluang yang sama seperti apa yang dilakukan oleh Rasulullah.

3. Jadi da’i sebelum yang lain
Pada suatu saat murobbiku dalam menyampaikan materi pernah mengatakan, ”jadilah da’i sebelum menjadi yang lain”. Disana dijelaaskan bahwa setiap aktifitas kita adalah sebagai da’i, apapun pekerjaan kita. Menjadikan aktifitas seorang da’i lebih utama dan pertama. Sebagi da’i yang menjadi guru, da’i yang menjadi pengusaha, da’i yang menjadi dokter. Bukan sebaliknya, guru yang menjadi da’i dan seterusnya. Kalau seperti itu yang kita lakukan maka aktifitas dakwah hanyalah menjadi aktifitas sisa, aktifitas dakwah hanya menjadi pengisi waktu luang saja. Kalau sempat dakwah, kalau nggak sempat, nanti saja.

Setiap orang pasti mempunyai mimpi masing-masing. Dan inilah mimpiku, harapanku, cita-citaku serta keinginanku. Entah akan terealisasi kapan. Semoga Allah Ta’ala segera merealisasikan apa yang aku mimpikan. Dan aku yakin suatu saat nanti semua ini akan menjadi kenyataan. Suatu saat nanti . . . Selama Allah tidak menarik kenikmatan terbesar dalam diri ini, yang berupa kenikmatan iman dan kenikmatan islam.
Wallahu a’lam bish-shawab. []

Tulisan ini dibuat sebagai prasyarat mengikuti Dauroh Tarqiyah pada 21 Ramadhan 1427 H.

* * * * *

0 komentar:

Posting Komentar